Tugas Tentang Pengertian Triple Helix
PERAN
TRIPLE HELIX DALAM MENYAMBUT ASEAN ECONOMIC COMMUNITY ATAU MASYARAKAT EKONOMI
ASEAN (MEA)
Oleh
:
Riris
Nurfitasari NIM 3111412001
|
Reny
Yudia R NIM 3111412014
|
Fajar
Balqin Ningrum NIM 3111412021
|
Try
Ervina NIM 3111412005
|
Yessi
Prasetyawati NIM 3111412016
|
Ayu
Ratih Haryanti NIM 3111412025
|
1 PENGERTIAN
TRIPLE HELIX
Triple Helix adalah sinergi dan penyatuan tiga
kalangan yang terdiri dari kalangan akademik, bisnis atau pengusaha dan
pemerintah.
2. KONSEP
DASAR TRIPLE HELIX
Triple Helix memiliki tiga konsep dasar yaitu :
1. Perguruan tinggi atau lembaga litbang memiliki peran untuk menghasilkan inovasi-inovasi teknologi. Pada suatu masyarakat berbasis pengetahuan di negara-negara berkembang, posisi kalangan akademik ini adalah sederajat dengan entitas industri dan pemerintah
2. Ketiga kalangan tersebut yaitu akademik, bisnis, pemerintah memiliki motivasi untuk meningkatkan dinamika dan daya kesinambungan ekonomi. Hal ini memperkuat munculnya suatu kondisi di mana berbagai proses kemunculan kebijakan inovasi semakin sering merupakan hasil interaksi antar elemen masyarakat dan bukan lahir sebagai sekedar usulan pemerintah saja.
3. Negara-negara berkembang saat ini tengah mengalami kendala dalam mendorong agar masing-masing kelompok akademik, bisnis, dan pemerintah untuk mengambil peran secara lebih aktif, sedemikian rupa hingga ketiganya mampu memperluas potensi daya inovasi diri sendiri.
Dengan demikian, kita dapat memandang bahwa konsep "Triple Helix" adalah formulasi fungsional yang dapat dipergunakan oleh negara-negara berkembang berhaluan demokratik, dalam menciptakan akses kepartisipasian lebih luas bagi masyarakat luas agar bisa menciptakan pelbagai transformasi yang mereka bersama inginkan. Meningkatkan fungsi demokrasi bagi dinamika ekonomi ini, segala sesuatunya bermula dari penguatan relasi akademik atau lembaga riset, bisnis, dan pemerintah.
Triple Helix memiliki tiga konsep dasar yaitu :
1. Perguruan tinggi atau lembaga litbang memiliki peran untuk menghasilkan inovasi-inovasi teknologi. Pada suatu masyarakat berbasis pengetahuan di negara-negara berkembang, posisi kalangan akademik ini adalah sederajat dengan entitas industri dan pemerintah
2. Ketiga kalangan tersebut yaitu akademik, bisnis, pemerintah memiliki motivasi untuk meningkatkan dinamika dan daya kesinambungan ekonomi. Hal ini memperkuat munculnya suatu kondisi di mana berbagai proses kemunculan kebijakan inovasi semakin sering merupakan hasil interaksi antar elemen masyarakat dan bukan lahir sebagai sekedar usulan pemerintah saja.
3. Negara-negara berkembang saat ini tengah mengalami kendala dalam mendorong agar masing-masing kelompok akademik, bisnis, dan pemerintah untuk mengambil peran secara lebih aktif, sedemikian rupa hingga ketiganya mampu memperluas potensi daya inovasi diri sendiri.
Dengan demikian, kita dapat memandang bahwa konsep "Triple Helix" adalah formulasi fungsional yang dapat dipergunakan oleh negara-negara berkembang berhaluan demokratik, dalam menciptakan akses kepartisipasian lebih luas bagi masyarakat luas agar bisa menciptakan pelbagai transformasi yang mereka bersama inginkan. Meningkatkan fungsi demokrasi bagi dinamika ekonomi ini, segala sesuatunya bermula dari penguatan relasi akademik atau lembaga riset, bisnis, dan pemerintah.
3.
SINERGI TIGA PIHAK
Sebagai
konsep, gagasan utama Triple Helix adalah sinergi kekuatan antara akademisi,
bisnis, dan pemerintah. Kalangan akademisi dengan sumber daya, ilmu
pengetahuan, dan teknologinya memfokuskan diri untuk menghasilkan berbagai
temuan dan inovasi yang aplikatif. Kalangan bisnis melakukan kapitalisasi yang
memberikan keuntungan ekonomi dan kemanfaatan bagi masyarakat. Sedang
pemerintah menjamin dan menjaga stabilitas hubungan keduanya dengan regulasi
kondusif (Etzkowitz&Leydesdorff, 2000).
Konsep
triple helix relevan bagi Indonesia saat ini ketika ekonomi Indonesia begitu
menjanjikan dan menjadi salah satu pasar yang sedang bertumbuh, para investor
asing berdatangan ingin menanamkan modal.
Menurut
Global Competitiveness Report terkini, Indonesia duduk di peringkat ke-30 dari
142 negara, ditilik dari kapasitas inovasinya. Ini merupakan keunggulan
komparatif yang tak bisa dipandang sebelah mata karena Indonesia bahkan
mengungguli negara berekonomi lebih maju, seperti Spanyol di peringkat ke-36
dan Hongkong peringkat ke-39. Namun, ironisnya angka pengangguran lulusan
perguruan tinggi di Indonesia mencapai 1,2 juta orang (2012).
Kondisi
ini menunjukkan bahwa belum ada padu padan (link and match) antara kampus dan
pasar kerja. Dalam tataran ideal, kampus seharusnya menjadi motor penggerak
penciptaan lapangan kerja, bukan sekadar menghasilkan pencari kerja. Kita
terpaksa harus mengakui, perguruan tinggi baru sebatas menjadi ”mesin” yang
memproduksi sebanyak mungkin sarjana.
Penerapan
konsep Triple Helix adalah Stanford University dengan Silicon Valley. Sejumlah
perusahaan kaliber dunia bermunculan dari lembah ini. Beberapa di antaranya
Hewlett&Packard, Fairchaild Semiconductor, raksasa dunia mesin pencari
Google Inc, dan Youtube. Yang paling fenomenal belakangan ini adalah situs
berbagi foto Instagram yang baru saja diakuisisi Facebook sebesar 1 miliar
dollar AS. Jumlah tenaga kerja yang mereka serap dan kapitalisasi sangat besar. Belum lagi dampaknya terhadap perubahan dunia.
Sudah
seharusnya perguruan tinggi di Indonesia didorong untuk melahirkan technopark
semacam Silicon Valley. ITB harus melahirkan ”Priangan Valley”, Universitas
Indonesia, Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya, Universitas Hasanuddin,
Universitas Sumatera Utara, dan seterusnya harus melahirkan sejumlah technopark
yang menghasilkan berbagai inovasi.
4. TRIPLE HELIX DAN INOVASI DI ERA BARU
Kita hidup pada sebuah masa di mana laju inovasi sangat cepat. Akuisisi Instagram oleh Facebook mencengangkan karena menandakan betapa cepatnya inovasi dapat berkembang. Sepanjang abad ke-20 silam, inovasi bergulir mengikuti rasio 10/10: satu dekade diperlukan untuk mengembangkan dan satu dekade lagi diperlukan untuk memasarkan. Saat ini, sebagaimana diilustrasikan oleh Instagram, rasio tersebut terkompresi ke 1/1.
Internet sering disebut sebagai kekuatan yang mendorong percepatan. Tidak diragukan lagi, internet dengan etos utamanya—konektivitas, open source, kebebasan ekspresi, dan crowdsourcing—memang merupakan teknologi yang produktif. Akan tetapi, sejatinya inovasi bersumber pada orang-orang yang menghadirkan solusi terhadap masalah.
Dalam bukunya, Where Good Ideas Come From, Steven Johnson mengemukakan bahwa lingkungan berperan penting dalam proses inovasi. Internet merupakan lingkup virtual yang memunculkan dan melanggengkan gagasan. Akan tetapi, ruang kota adalah lanskap alami yang paling memungkinkan, melalui berbagai interaksi antarmanusia yang sering kali tanpa disengaja, tebersitnya gagasan awal yang mengarah ke inovasi.
Lingkup urban, dengan kepadatan penduduk yang tinggi, menghadirkan serangkaian masalah sosial. Namun, ia juga memunculkan beragam subkultur yang mendorong gagasan untuk berpadu. Maka kebisingan, keramaian, dan kemacetan justru menjadikan penghuni kota yang berpenduduk tiga juta orang tiga kali lebih kreatif daripada mereka yang tinggal di kota kecil berpopulasi seratus ribu orang.
Mempertimbangkan hal ini, prospek inovasi dalam negeri terlihat cerah bagi Indonesia di mana baik penetrasi internet maupun urbanisasi tengah melaju dengan pesat. Terdapat 50 juta pengguna internet pada 2010, angka ini akan menjadi tiga kali lipat pada 2014. Laju urbanisasi juga akan melonjak dari 52 persen pada 2010 menjadi 75 persen pada 2025, di mana Indonesia akan memiliki 200 juta penduduk kota.
Meskipun demikian, faktor utama yang menentukan adalah lingkup ideologi. Era Reformasi sejak 1998 menghadirkan demokratisasi, desentralisasi, dan deregulasi. Ketiga proses paralel ini telah menciptakan budaya kebebasan sipil, terutama hak berekspresi.Contohnya lima juta pengguna Twitter menyumbangkan 15 persen dari kicauan harian dunia. Indonesia saat ini adalah sebuah masyarakat yang terbuka dan kritis, tak mungkin lagi berbalik arah dari reformasi yang sudah bergulir. Perpaduan tiga lingkup teknologi, fisik, dan ideologis ini menjadikan Indonesia ranah yang subur bagi inovasi.
Kita hidup pada sebuah masa di mana laju inovasi sangat cepat. Akuisisi Instagram oleh Facebook mencengangkan karena menandakan betapa cepatnya inovasi dapat berkembang. Sepanjang abad ke-20 silam, inovasi bergulir mengikuti rasio 10/10: satu dekade diperlukan untuk mengembangkan dan satu dekade lagi diperlukan untuk memasarkan. Saat ini, sebagaimana diilustrasikan oleh Instagram, rasio tersebut terkompresi ke 1/1.
Internet sering disebut sebagai kekuatan yang mendorong percepatan. Tidak diragukan lagi, internet dengan etos utamanya—konektivitas, open source, kebebasan ekspresi, dan crowdsourcing—memang merupakan teknologi yang produktif. Akan tetapi, sejatinya inovasi bersumber pada orang-orang yang menghadirkan solusi terhadap masalah.
Dalam bukunya, Where Good Ideas Come From, Steven Johnson mengemukakan bahwa lingkungan berperan penting dalam proses inovasi. Internet merupakan lingkup virtual yang memunculkan dan melanggengkan gagasan. Akan tetapi, ruang kota adalah lanskap alami yang paling memungkinkan, melalui berbagai interaksi antarmanusia yang sering kali tanpa disengaja, tebersitnya gagasan awal yang mengarah ke inovasi.
Lingkup urban, dengan kepadatan penduduk yang tinggi, menghadirkan serangkaian masalah sosial. Namun, ia juga memunculkan beragam subkultur yang mendorong gagasan untuk berpadu. Maka kebisingan, keramaian, dan kemacetan justru menjadikan penghuni kota yang berpenduduk tiga juta orang tiga kali lebih kreatif daripada mereka yang tinggal di kota kecil berpopulasi seratus ribu orang.
Mempertimbangkan hal ini, prospek inovasi dalam negeri terlihat cerah bagi Indonesia di mana baik penetrasi internet maupun urbanisasi tengah melaju dengan pesat. Terdapat 50 juta pengguna internet pada 2010, angka ini akan menjadi tiga kali lipat pada 2014. Laju urbanisasi juga akan melonjak dari 52 persen pada 2010 menjadi 75 persen pada 2025, di mana Indonesia akan memiliki 200 juta penduduk kota.
Meskipun demikian, faktor utama yang menentukan adalah lingkup ideologi. Era Reformasi sejak 1998 menghadirkan demokratisasi, desentralisasi, dan deregulasi. Ketiga proses paralel ini telah menciptakan budaya kebebasan sipil, terutama hak berekspresi.Contohnya lima juta pengguna Twitter menyumbangkan 15 persen dari kicauan harian dunia. Indonesia saat ini adalah sebuah masyarakat yang terbuka dan kritis, tak mungkin lagi berbalik arah dari reformasi yang sudah bergulir. Perpaduan tiga lingkup teknologi, fisik, dan ideologis ini menjadikan Indonesia ranah yang subur bagi inovasi.
5. INOVASI LOCAL
Kuncinya adalah bagaimana membuat inovasi dan percepatannya sebagai keunggulan komparatif Indonesia di era internasionalisasi atau regionalisasi. Pemerintah dengan berbagai prosesnya lamban dalam mengelola ranah ini, sementara investor masih bersikap menghindari risiko karena belum yakin dengan peraturan yang berlaku. Akademis jelas membutuhkan reformasi mengingat kurikulum yang tertinggal dan statistik bahwa hanya 16,7 persen penduduk Indonesia mengenyam pendidikan tinggi, dibandingkan 32.4 persen di Malaysia dan 43 persen di Thailand.
Keberagaman Indonesia juga merupakan keuntungan karena artinya inovasi di Indonesia akan banyak mendapat inspirasi. Inovasi bisa hadir kapan saja dan dari mana saja seiring dengan maraknya teknologi dan interaksi yang berintensitas tinggi antara manusia dan gagasan. Yang penting dicetus dari dan untuk pasar lokal karena di situ justru solusi yang relevan dengan kondisi terkini sedang dinanti-nantikan oleh masyarakat.
Sekali saja suatu inovasi dianggap relevan oleh masyarakat lokal, dengan cepat inovasi tersebut berintegrasi aktivitas masyarakat sampai menjadi bagian dari interaksi sosial, ekonomi yang pada akhirnya menjadi bagian dari budaya setempat. Hasilnya adalah inovasi sebagai bagian dari proses penguatan dan penyebaran budaya, bukan sekadar produk yang mengancam budaya lokal. Setiap manusia pada dasarnya tidak terlepas dari akar budayanya. Maka, budaya bisa menjadi kekuatan daya saing utama di pasar internasional.
Kuncinya adalah bagaimana membuat inovasi dan percepatannya sebagai keunggulan komparatif Indonesia di era internasionalisasi atau regionalisasi. Pemerintah dengan berbagai prosesnya lamban dalam mengelola ranah ini, sementara investor masih bersikap menghindari risiko karena belum yakin dengan peraturan yang berlaku. Akademis jelas membutuhkan reformasi mengingat kurikulum yang tertinggal dan statistik bahwa hanya 16,7 persen penduduk Indonesia mengenyam pendidikan tinggi, dibandingkan 32.4 persen di Malaysia dan 43 persen di Thailand.
Keberagaman Indonesia juga merupakan keuntungan karena artinya inovasi di Indonesia akan banyak mendapat inspirasi. Inovasi bisa hadir kapan saja dan dari mana saja seiring dengan maraknya teknologi dan interaksi yang berintensitas tinggi antara manusia dan gagasan. Yang penting dicetus dari dan untuk pasar lokal karena di situ justru solusi yang relevan dengan kondisi terkini sedang dinanti-nantikan oleh masyarakat.
Sekali saja suatu inovasi dianggap relevan oleh masyarakat lokal, dengan cepat inovasi tersebut berintegrasi aktivitas masyarakat sampai menjadi bagian dari interaksi sosial, ekonomi yang pada akhirnya menjadi bagian dari budaya setempat. Hasilnya adalah inovasi sebagai bagian dari proses penguatan dan penyebaran budaya, bukan sekadar produk yang mengancam budaya lokal. Setiap manusia pada dasarnya tidak terlepas dari akar budayanya. Maka, budaya bisa menjadi kekuatan daya saing utama di pasar internasional.
KESIMPULAN
1. Triple Helix merupakan gabungan atau kerja sama antara tiga kalangan yaitu akademik, pengusaha atau bisnis dan pemerintah guna bekerja sama untuk menghadapi masalah perekonomian.
2. Dalam perkembangannya Triple Helix mengadakan Inovasi perekonomian dalam negeri agar pemerintah tidak lagi lambat dalam mengelola sumber daya yang ada serta agar para investor tertarik dengan Indonesia, karena investor cenderung tidak mau mengambil resiko.
3. Dengan adanya konsep dasar Triple Helix yaitu menggabungkan tiga kalangan, maka Indonesia dapat memiliki kekuatan tambahan untuk menghadapi ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), karena dengan demikian pemerintah tidak bekerja sendirian, begitu juga akademisi dan pengusaha, namun dapat saling bekerja sama untuk perekonomian Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Kementrian
Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Triple Helix dan Percepatan Inovasi. http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/11805.
22 Agustus 2012
Comments
Post a Comment